Individu yang mengidap emfisema kronis biasanya juga menderita bronkitis kronis dan memperlihatkan tanda-tanda kedua penyakit. Keadaan ini disebut penyakit paru obstruktif kronis (PPOK, chronic obstructive pulmonary disease). Asma kronis yang berkaitan dengan emfisema atau bronkitis keonis juga dapat menyebabkan PPOK.
Gejala
akan dijumpai gejala-gejala dari kedua penyakit, emfisema dan bronkitis kronis.
Dispnea yang konstan.
Prinsip terapi
Long-acting beta-2 agonist (LABA) atau agonis beta-2 yang bekerja lebih lama dibandingkan dengan agonis beta-2yang bekerja cepat, memiliki potensi untuk memperbaiki bersihan mukosiliaris dan bekerja sebagai bronkodilator. Terapi kombinasi terdiri dari LABA dan kortikosteroid inhalasi memberi aktivitas antiinflamasi dan memperbaiki bersihan mukosiliaris.
Penatalaksanaan untuk PPOK pada umumnya sama seperti pada bronkitis kronis dan emfisema, dengan pengecualian bahwa terapi oksigen harus dipantau secara ketat. Individu pengidap PPOK mengalami hiperkapnia kronis yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor sentral, yang dalam keadaan normal berespon terhadap karbon dioksida.
Faktor yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus menstimulasi kemoreseptor-kemareseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila tekanan persial oksigen arteri menurun kurang dari 50 mmHg. Dengan demikian, apabla terapi oksigen bertujuan untuk membuat tekanan persial oksigen lebih dari 50 mmHg, dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi oksigen tinggi. Hal ini sangat memengaruhi kualitas hidup.
Penghambat fosfodiesterase 4 (PDE4) merupakan kelas obat paten dan menjanjikan yang mengendalikan proses inflamasi pada pasien pengidap PPOK dengan menurunkan jumlah makrofag sel T CD8+ dan CD68+ serta neutrfil di mukosa bronkus.
Gejala
akan dijumpai gejala-gejala dari kedua penyakit, emfisema dan bronkitis kronis.
Dispnea yang konstan.
Prinsip terapi
Long-acting beta-2 agonist (LABA) atau agonis beta-2 yang bekerja lebih lama dibandingkan dengan agonis beta-2yang bekerja cepat, memiliki potensi untuk memperbaiki bersihan mukosiliaris dan bekerja sebagai bronkodilator. Terapi kombinasi terdiri dari LABA dan kortikosteroid inhalasi memberi aktivitas antiinflamasi dan memperbaiki bersihan mukosiliaris.
Penatalaksanaan untuk PPOK pada umumnya sama seperti pada bronkitis kronis dan emfisema, dengan pengecualian bahwa terapi oksigen harus dipantau secara ketat. Individu pengidap PPOK mengalami hiperkapnia kronis yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor sentral, yang dalam keadaan normal berespon terhadap karbon dioksida.
Faktor yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus menstimulasi kemoreseptor-kemareseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila tekanan persial oksigen arteri menurun kurang dari 50 mmHg. Dengan demikian, apabla terapi oksigen bertujuan untuk membuat tekanan persial oksigen lebih dari 50 mmHg, dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi oksigen tinggi. Hal ini sangat memengaruhi kualitas hidup.
Penghambat fosfodiesterase 4 (PDE4) merupakan kelas obat paten dan menjanjikan yang mengendalikan proses inflamasi pada pasien pengidap PPOK dengan menurunkan jumlah makrofag sel T CD8+ dan CD68+ serta neutrfil di mukosa bronkus.