5 Bentuk Penanggulangan Narkoba yang Dirancang Oleh BNN

Metode penanggulangan yang paling mendasar dan efektif adalah promotif dan preventif. Upaya yang paling praktis dan nyata adalah represif. Upaya yang manusiawi adalah kuratif dan rehabilitatif. Ada lima bentuk penanggulangan masalah narkoba, yaitu promotif, preventif, kuratif, rehabilitative dan represif.

Bentuk Penanggulangan Narkoba yang Dirancang Oleh BNN

Lima bentuk penanggulangan itu termasuk rancangan dari BNN sebagai program pencegahan.
1. Promotif
Program ini ditujukan kepada masyarakat yang belum memakai narkoba, atau bahkan belum mengenal sama sekali. Prinsipnya dengan meningkatkan peranan atau kegiatan agar kelompok ini secara nyata lebih sejahtera, sehingga tidak sempat berpikir untuk memakai narkoba.

Promotif disebut juga program pembinaan yang berupa program seperti halnya pelatihan, dialog interaktif dan lain –lain pada kelompok belajar,kelompok olahraga, seni budaya, atau kelompok usaha(tani, dagang, bengkel, koperasi,kerajinan, dan lain-lain) penekanaan dalam program preemtif adalah peningkatan kualitas kinerja agar lebih bahagia dan sejahtera. Pengenalan terhadap masalah narkoba hanya peringatan sepintas lalu. Pelaku program premtif yang paling tepat adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan yang difasilitasi dan diawasi oleh pemerintah.

2. Prefentif
Disebut juga program pencegahan. Program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang belum mengenal narkoba agar mengetahui seluk beluk narkoba sehingga tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. selain dilakukan oleh pemerintah(instansi terkait), program ini juga sangat efektif jika dibantu oleh instansi dan institusi lain, termasuk lembaga professional terkait, lembaga masyarakat, perkumpulan, ormas dan lain-lain. Bentuk kegiatan :
a. Kampanye Anti Penyalahgunaan Narkoba, program ini dilakukan dengan memberikan penjelasan kepada para audien tentang bahaya pemakaian narkoba, kegiatan yang bersifat memberi informasi satu arah tanpa Tanya jawab yang hanya memberikan beberapa garis besar,dangkal, dan umum. Informasi disampaikan oleh tokoh masyarakat, bukan oleh tenaga professional. Tokoh tersebut bisa ulama, pejabat,dan seniman.

b. Penyuluhan seluk beluk narkoba : penyuluhan bersifat dialog dengan Tanya jawab. Bentuk penyuluhan dapat berupa seminar, ceramah, dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk mendalami berbagai masalah tentang narkoba sehingga masyarakat benar-benar tahu dan karenanya tidak tertarik untuk menyalahgunakan narkoba. Pada penyuluhan ada dialog atau Tanya jawab tentang narkoba lebih mendalam. Materi disampaikan oleh tenaga professional, dokter , psikologi, polisi, ahli hukum, sosiologi sesuai dengan tema penyuluhan. Penyuluhan tentang narkoba ditinjau lebih mendalam dari masing- masing aspek sehingga lebih menarik daripda kampanye.

c. Pendidikan dan pelatihan kelompok sebaya (peer group) Untuk dapat menanggulangi masalah narkoba secara lebih efektif di dalam kelompok masyarakat terbatas tertentu, dilakukan pendidikan dan pelatihan dengan mengambil peserta dari kelompok itu sendiri. Pada program ini, pengenalan materi narkoba lebih mendalam lagi, disertai simulasi penanggulangan, termasuk latihan pidato, latihan diskusi, latihan menolong penderita, dan lain-lain. Program ini dilakukan di sekolah, kampus, atau kantor dalam waktu beberapa hari. Program ini  melibatkan beberapa orang narasumber dan pelatih, yaitu tenaga yang professional sesuai dengan programnya.

d. Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan distribusi narkoba di masyarakat: pengawasan dan pengendalian adalah program preventif yang menjadi tugas aparat terkait, seperti polisi, departemen kesehatan, balai pengawasan obat dan makanan (POM), imigrasi, bea cukai, kejaksaan, pengadilan, dan sebagainya. Tujuannya adalah agar nerkoba dan bahan baku pembuatannya (precursor) tidak beredar sembarangan. Karena keterbatasan jumlah dan kemampuan petugas, program ini belum berjalan optimal. Masyarakat harus ikut serta membantu secara proaktif, namun petunjuk dan pedoman seran serta masyarakat ini sangat kurang, sehingga peran serta masyarakat menjadi optimal.

Dan instansi terkait membuat petunjuk praktis yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengawasi peredaran narkoba.

3. Kuratif
Disebut juga program pengobatan. Program kuratif ditujukan kepada pemakai narkoba. Tujuannya adalah mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian narkoba. Tidak sembarang orang boleh mengobati pemakai narkoba. Pemakaian narkoba sering diikuti oleh masuknya penyakit-penyakit berbahaya serta gangguan mental dan moral, pengobatannya harus dilakukan oleh dokter yang mempelajari narkoba secara khusus.

Pengobatan terhadap pemakai narkoba sangat rumit dan membutuhkan kesabaran luar biasa dari dokter, keluarga, dan penderita. Inilah sebabnya mengapa pengobatan pemakai narkoba memerlukan biaya besar tetapi hasilnya banyak yang gagal. Kunci sukses pengobatan adalah kerja sama yang baik antara dokter, keluarga, dan penderita. Bentuk kegiatan adalah pengobatan penderita atau pemakai diantaranya penghentian pemakaian narkoba, pengobatan gangguan kesehatan akibat penghentian dan pemakaian narkoba(detoksifikasi), pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh akibat narkoba, pengobatan terhadap penyakit lain yang masuk bersama narkoba(penyakit yang tidak langsung disebabkan oleh narkoba), seperti HIV/AIDS, hepatitis B/C, sifilis, pneumonia, dan lain –lain.

4. Rehabilitatif
Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakaian narkoba. Rehabilitasi adalah fasilitas yang sifatnya semi tertutup, maksudnya hanya orang – orang tertentu dengan kepentingan khusus yang dapat memasuki area ini. Rehabilitasi narkoba adalah tempat yang memberikan pelatihan ketrampilan dan pengetahuan untuk menghindarkan diri dari narkoba (Soeparman, 2000 : 37) menurut UU RI No 35 Tahun 2009 ada dua jenis rehabilitasi, yaitu :
a. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
b. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Pusat atau lembaga Rehabilitasi yang baik haruslah memenuhi persyaratan antara lain :
a. Sarana dan prasarana yang memadai termasuk gedung, akomodasi, kamar mandi/ wc yang higenis, makanan dan minuman yang bergizi dan halal, ruang kelas,ruang rekreasi, ruang konsultasi individual maupun kelompok, ruang konsultasi keluarga, ruang ibadah, ruang olahraga, ruang ketrampilan dan lain sebagainya.
b. Tenaga yang profesioanal (psikiater, dokter umum, psikolog, pekerja sosial, perawat, agamawan/rohaniawan dan tenaga ahli lainnya/ instruksi) tenaga professional ini untuk menjalankan program yang terkait.
c. Manajemen yang baik
d. Kurikulum / program rehabilitasi yang memadai sesuai dengan kebutuhan
e. Peraturan dan tata tertib yang ketat agar tidak terjadi pelanggaran ataupun kekerasan,
f. Keamanan( security) yang ketat agar tidak memungkinkan peredaran NAZA di dalam pusat rehabilitasi (termasuk rokok dan minuman keras)

Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No 04 tahun 2010 tentang penempatan penyalahgunaan, korban penyalahgunaan dan pecandu narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, sehingga wajib diperlukan adanya ketergantungan ahli dan sebagai standar dalam proses terapi dan rehabilitasi adalah sebagai berikut :
a. Program Detoksifikasi dan Stabilisasi : lamanya 1 bulan
b. Program Primer : lamanya 6 bulan
c. Program Re-Entry : lamanya 6 bulan.23

5. Represif
Represif adalah program penindakan terhadap produsen, Bandar, pengedar dan pemakai berdasarkan hukum. Program ini merupakan program instansi yang berkewajiban untuk mengawasi dan mengendalikan produksi maupun distribusi semua zat yang tergolong narkoba. Selain mengendalikan produksi dan distribusi, program represif berupa penindakan juga dilakukan terhadap pemakai sebagai pelanggar undang – undang tentang narkoba. Instansi yang bertanggung jawab terhadap distribusi, produksi, penyimpanan, dan penyalahgunaan narkoba adalah :
a. Badan pengawas obat dan makanan (POM)
b. Departemen kesehatan
c. Direktorat jenderal bea dan cukai
d. Direktorat jendral imigrasi
e. Kepolisian republic Indonesia
f. Kejaksaan agung /kejaksaan tinggi/kejaksaan negeri
g. Mahkamah agung/ pengadilan tinggi/pengadilan negeri.

Sumber