Materi Kimia - Makanan diperlukan untuk mendapatkan energi (karbohidrat dan lemak) dan untuk pertumbuhan sel-sel baru, menggantikan sel-sel yang rusak (protein). Selain itu, makanan juga diperlukan sebagai sumber zat penunjang dan pengatur proses dalam tubuh, yaitu vitamin, mineral, dan air. Sehat tidaknya suatu makanan tidak bergantung pada ukuran, bentuk, warna, kelezatan, aroma, atau kesegarannya, tetapi bergantung pada kandungan zat yang diperlukan oleh tubuh. Suatu makanan dikatakan sehat apabila mengandung satu macam atau lebih zat yang diperlukan oleh tubuh.
Beragam makanan dikonsumsi oleh manusia setiap hari agar semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh terpenuhi. Hal ini dikarenakan belum tentu satu jenis makanan mengandung semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh setiap hari. Supaya orang tertarik untuk memakan suatu makanan, seringkali kita perlu menambahkan bahan-bahan tambahan ke dalam makanan yang kita olah. Bisa diperkirakan bahwa seseorang tentu tidak akan punya selera untuk memakan sayur sup yang tidak digarami atau bubur kacang hijau yang tidak memakai gula.
Dalam hal ini, garam dan gula termasuk bahan tambahan. Keduanya termasuk jenis zat aditif makanan. Zat aditif bukan hanya garam dan gula, tetapi masih banyak bahanbahan kimia lain. Zat aditif makanan ditambahkan dan dicampurkan pada waktu pengolahan makanan untuk memperbaiki tampilan makanan, meningkatkan cita rasa, memperkaya kandungan gizi, menjaga makanan agar tidak cepat busuk, dan lain sebagainya, lihat gambar di bawah. Bahan yang tergolong ke dalam zat aditif makanan harus dapat:
1) memperbaiki kualitas atau gizi makanan
2) membuat makanan tampak lebih menarik
3) meningkatkan cita rasa makanan
4) membuat makanan menjadi lebih tahan lama atau tidak cepat basi dan busuk.
Zat-zat aditif tidak hanya zat-zat yang secara sengaja ditambahkan pada saat proses pengolahan makanan berlangsung, tetapi juga termasuk zat-zat yang masuk tanpa sengaja dan bercampur dengan makanan. Masuknya zat-zat aditif ini mungkin terjadi saat pengolahan, pengemasan, atau sudah terbawa oleh bahan-bahan kimia yang dipakai. Zat aditif makanan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1) zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat;
2) zat aditif sintetis dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan bahan alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya, seperti amil asetat dan asam askorbat.
Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun sintetis, zat aditif dapat dikelompokkan sebagai zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa.
1) Zat Pewarna
Pemberian warna pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih segar dan menarik sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Zat pewarna yang biasa digunakan sebagai zat aditif pada makanan adalah seperti berikut.
a) Zat Pewarna Alami
Zat pewarna alami dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning dari kunyit, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.9, warna cokelat dari buah cokelat, warna merah dari daun jati, dan warna kuning merah dari wortel. Karena jumlah pilihan warna dari zat pewarna alami terbatas, dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok untuk makanan dari bahan-bahan kimia.
b) Zat pewarna sintetis
Zat pewarna sintetis dibuat dari bahan-bahan kimia seperti terlihat pada Gambar dibawah. Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetis memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan lama.
Beberapa zat pewarna sintetis bisa saja memberikan warna yang sama, namun belum tentu semua zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada makanan dan minuman. Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetis yang bukan untuk makanan dan minuman (pewarna tekstil) dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh karena bersifat karsinogen (penyebab penyakit kanker). Oleh karena itu, kamu harus berhati-hati ketika membeli makanan atau minuman yang memakai zat warna. Kamu harus yakin dahulu bahwa zat pewarna yang dipakai sebagai zat aditif pada makanan atau minuman tersebut adalah memang benar-benar pewarna makanan dan minuman. Tabel 1.2 berikut ini adalah daftar zat pewarna, baik alami maupun sintetis yang aman dipergunakan sebagai zat pewarna makanan dan minuman.
Berdasarkan sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye merupakan zat pewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam air. Dye biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan. Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air, zat warna kelompok ini cocok untuk mewarnai produk-produk yang tidak boleh terkena air atau produk yang mengandung lemak dan minyak.
2) Zat Pemanis
Zat pemanis berfungsi untuk menambah rasa manis pada makanan dan minuman. Zat pemanis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu seperti berikut.
a) Zat Pemanis Alami
Pemanis ini dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, tebu, dan aren. Selain itu, zat pemanis alami dapat pula diperoleh dari buah-buahan dan madu. Zat pemanis alami berfungsi juga sebagai sumber energi. Jika kita mengonsumsi pemanis alami secara berlebihan, kita akan mengalami risiko kegemukan. Orang-orang yang sudah gemuk badannya sebaiknya menghindari makanan atau minuman yang mengandung pemanis alami terlalu tinggi.
b) Zat Pemanis Buatan
Pemanis buatan tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia sehingga tidak berfungsi sebagai sumber energi. Oleh karena itu, orang-orang yang memiliki penyakit kencing manis (diabetes melitus) biasanya mengonsumsi pemanis sintetis sebagai pengganti pemanis alami. Contoh pemanis sintetis, yaitu sakarin, natrium siklamat, magnesium siklamat, kalsium siklamat, aspartam (lihat Gambar 1.11), dan dulsin. Pemanis buatan memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemanis alami. Garam-garam siklamat memiliki kemanisan 30 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kemanisan sukrosa. Namun, kemanisan garam natrium dan kalsium dari sakarin memiliki kemanisan 800 kali dibandingkan dengan kemanisan sukrosa 10%.
Walaupun pemanis buatan memiliki kelebihan dibandingkan pemanis alami, konsumsi yang berlebihan perlu dihindari karena dapat memberikan efek samping bagi kesehatan. Misalnya, penggunaan sakarin yang berlebihan selain akan menyebabkan rasa makanan terasa pahit juga merangsang terjadinya tumor pada bagian kandung kemih. Contoh lain, garam-garam siklamat pada proses metabolisme dalam tubuh dapat menghasilkan senyawa sikloheksamina yang bersifat karsinogenik (senyawa yang dapat menimbulkan penyakit kanker). Garam siklamat juga dapat memberikan efek samping berupa gangguan pada sistem pencernaan terutama pada pembentukan zat dalam sel.
3) Zat Pengawet
Ada sejumlah cara menjaga agar makanan dan minuman tetap layak untuk dimakan atau diminum walaupun sudah tersimpan lama. Salah satu upaya tersebut adalah dengan cara menambahkan zat aditif kelompok pengawet (zat pengawet) ke dalam makanan dan minuman. Zat pengawet adalah zat-zat yang sengaja ditambahkan pada bahan makanan dan minuman agar makanan dan minuman tersebut tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah, atau melindungi makanan dari kerusakan akibat membusuk atau terkena bakteri/jamur. Karena penambahan zat aditif, berbagai makanan dan minuman masih dapat dikonsumsi sampai jangka waktu tertentu, mungkin seminggu, sebulan, setahun, atau bahkan beberapa tahun. Dalam makanan atau minuman yang dikemas dan dijual di toko toko atau supermarket biasanya tercantum tanggal kadaluarsa, tanggal yang menunjukkan sampai kapan makanan atau minuman tersebut masih dapat dikonsumsi tanpa membahayakan kesehatan.
Seperti halnya zat pewarna dan pemanis, zat pengawet dapat dikelompokkan menjadi zat pengawet alami dan zat pengawet buatan sebagai berikut.
a) Zat pengawet alami
Zat pengawet alami berasal dari alam, contohnya gula (sukrosa) yang dapat dipakai untuk
mengawetkan buah-buahan (manisan) dan garam dapur yang dapat digunakan untuk
mengawetkan ikan.
b) Zat pengawet sintetis
Zat pengawet sintetis atau buatan merupakan hasil sintesis dari bahan-bahan kimia. Contohnya, asam cuka dapat dipakai sebagai pengawet acar dan natrium propionat atau kalsium propionat dipakai untuk mengawetkan roti dan kue kering. Garam natrium benzoat, asam sitrat, dan asam tartrat juga biasa dipakai untuk mengawetkan makanan. Selain zat zat tersebut, ada juga zat pengawet lain, yaitu natrium nitrat atau sendawa (NaNO3) yang berfungsi untuk menjaga agar tampilan daging tetap merah. Asam fosfat yang biasa ditambahkan pada beberapa minuman penyegar juga termasuk zat pengawet.
Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet yang tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Zat pengawet yang dimaksud di antaranya formalin yang biasa dipakai untuk mengawetkan benda-benda, seperti mayat atau binatang yang sudah mati. Pemakaian pengawet formalin untuk mengawetkan makanan, seperti bakso, ikan asin, tahu, dan makanan jenis lainnya dapat menimbulkan risiko kesehatan. Selain formalin, ada juga pengawet yang tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Pengawet yang dimaksud adalah boraks. Jika boraks termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek samping bagi kesehatan, di antaranya :
a) gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit
b) gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat
c) terjadinya komplikasi pada otak dan hati
d) menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6 gram
Walaupun tersedia zat pengawet sintetis yang digunakan sebagai zat aditif makanan, di negara maju banyak orang enggan mengonsumsi makanan yang memakai pengawet sintetis. Hal ini telah mendorong perkembangan ilmu dan teknologi pengawetan makanan dan minuman tanpa penambahan zat-zat kimia, misalnya dengan menggunakan sinar ultraviolet (UV), ozon, atau pemanasan pada suhu yang sangat tinggi dalam waktu singkat sehingga makanan dapat disterilkan tanpa merusak kualitas makanan.
4) Zat Penyedap Cita Rasa
Di Indonesia terdapat begitu banyak ragam rempah-rempah yang dipakai untuk meningkatkan cita rasa makanan, seperti cengkih, pala, merica, ketumbar, cabai, laos, kunyit, bawang, dan masih banyak lagi yang lain. Melimpahnya ragam rempah-rempah ini merupakan salah satu sebab yang mendorong penjajah Belanda dan Portugis tempo dulu ingin menguasai Indonesia. Jika rempah-rempah dicampur dengan makanan saat diolah, dapat menimbulkan cita rasa tertentu pada makanan. Selain zat penyedap cita rasa yang berasal dari alam, ada pula yang berasal dari hasil sintesis bahan kimia. Berikut ini beberapa contoh zat penyedap cita rasa hasil sintesis:
a) oktil asetat, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah jeruk jika dicampur dengan zat penyedap ini
b) etil butirat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah nanas pada makanan
c) amil asetat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah pisang
d) amil valerat, jika diberi zat penyedap ini, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah apel.
Selain zat penyedap rasa dan aroma, seperti yang sudah disebutkan di atas, terdapat pula zat penyedap rasa yang penggunaannya meluas dalam berbagai jenis masakan, yaitu penyedap rasa monosodium glutamat (MSG) . Zat ini tidak berasa, tetapi jika sudah ditambahkan pada makanan, akan menghasilkan rasa yang sedap. Penggunaan MSG yang berlebihan telah menyebabkan “Chinese restaurant syndrome”, yaitu suatu gangguan kesehatan di mana kepala terasa pusing dan berdenyut.
Bagi yang menyukai zat penyedap ini, tak perlu khawatir dulu. Kecurigaan ini masih bersifat pro dan kontra. Bagi yang mencoba menghindari untuk mengonsumsinya, sudah tersedia sejumlah merk makanan yang mencantumkan label “tidak mengandung MSG” dalam kemasannya.
Beragam makanan dikonsumsi oleh manusia setiap hari agar semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh terpenuhi. Hal ini dikarenakan belum tentu satu jenis makanan mengandung semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh setiap hari. Supaya orang tertarik untuk memakan suatu makanan, seringkali kita perlu menambahkan bahan-bahan tambahan ke dalam makanan yang kita olah. Bisa diperkirakan bahwa seseorang tentu tidak akan punya selera untuk memakan sayur sup yang tidak digarami atau bubur kacang hijau yang tidak memakai gula.
Dalam hal ini, garam dan gula termasuk bahan tambahan. Keduanya termasuk jenis zat aditif makanan. Zat aditif bukan hanya garam dan gula, tetapi masih banyak bahanbahan kimia lain. Zat aditif makanan ditambahkan dan dicampurkan pada waktu pengolahan makanan untuk memperbaiki tampilan makanan, meningkatkan cita rasa, memperkaya kandungan gizi, menjaga makanan agar tidak cepat busuk, dan lain sebagainya, lihat gambar di bawah. Bahan yang tergolong ke dalam zat aditif makanan harus dapat:
1) memperbaiki kualitas atau gizi makanan
2) membuat makanan tampak lebih menarik
3) meningkatkan cita rasa makanan
4) membuat makanan menjadi lebih tahan lama atau tidak cepat basi dan busuk.
Contoh Makanan yang Mengandung Zat Aditif |
1) zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat;
2) zat aditif sintetis dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan bahan alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya, seperti amil asetat dan asam askorbat.
Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun sintetis, zat aditif dapat dikelompokkan sebagai zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa.
1) Zat Pewarna
Pemberian warna pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih segar dan menarik sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Zat pewarna yang biasa digunakan sebagai zat aditif pada makanan adalah seperti berikut.
a) Zat Pewarna Alami
Zat pewarna alami dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning dari kunyit, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.9, warna cokelat dari buah cokelat, warna merah dari daun jati, dan warna kuning merah dari wortel. Karena jumlah pilihan warna dari zat pewarna alami terbatas, dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok untuk makanan dari bahan-bahan kimia.
b) Zat pewarna sintetis
Zat pewarna sintetis dibuat dari bahan-bahan kimia seperti terlihat pada Gambar dibawah. Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetis memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan lama.
Beberapa zat pewarna sintetis bisa saja memberikan warna yang sama, namun belum tentu semua zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada makanan dan minuman. Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetis yang bukan untuk makanan dan minuman (pewarna tekstil) dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh karena bersifat karsinogen (penyebab penyakit kanker). Oleh karena itu, kamu harus berhati-hati ketika membeli makanan atau minuman yang memakai zat warna. Kamu harus yakin dahulu bahwa zat pewarna yang dipakai sebagai zat aditif pada makanan atau minuman tersebut adalah memang benar-benar pewarna makanan dan minuman. Tabel 1.2 berikut ini adalah daftar zat pewarna, baik alami maupun sintetis yang aman dipergunakan sebagai zat pewarna makanan dan minuman.
Berdasarkan sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye merupakan zat pewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam air. Dye biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan. Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air, zat warna kelompok ini cocok untuk mewarnai produk-produk yang tidak boleh terkena air atau produk yang mengandung lemak dan minyak.
Zat Pewarna Alami dan Sintetis |
2) Zat Pemanis
Zat pemanis berfungsi untuk menambah rasa manis pada makanan dan minuman. Zat pemanis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu seperti berikut.
a) Zat Pemanis Alami
Pemanis ini dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, tebu, dan aren. Selain itu, zat pemanis alami dapat pula diperoleh dari buah-buahan dan madu. Zat pemanis alami berfungsi juga sebagai sumber energi. Jika kita mengonsumsi pemanis alami secara berlebihan, kita akan mengalami risiko kegemukan. Orang-orang yang sudah gemuk badannya sebaiknya menghindari makanan atau minuman yang mengandung pemanis alami terlalu tinggi.
b) Zat Pemanis Buatan
Pemanis buatan tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia sehingga tidak berfungsi sebagai sumber energi. Oleh karena itu, orang-orang yang memiliki penyakit kencing manis (diabetes melitus) biasanya mengonsumsi pemanis sintetis sebagai pengganti pemanis alami. Contoh pemanis sintetis, yaitu sakarin, natrium siklamat, magnesium siklamat, kalsium siklamat, aspartam (lihat Gambar 1.11), dan dulsin. Pemanis buatan memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemanis alami. Garam-garam siklamat memiliki kemanisan 30 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kemanisan sukrosa. Namun, kemanisan garam natrium dan kalsium dari sakarin memiliki kemanisan 800 kali dibandingkan dengan kemanisan sukrosa 10%.
Walaupun pemanis buatan memiliki kelebihan dibandingkan pemanis alami, konsumsi yang berlebihan perlu dihindari karena dapat memberikan efek samping bagi kesehatan. Misalnya, penggunaan sakarin yang berlebihan selain akan menyebabkan rasa makanan terasa pahit juga merangsang terjadinya tumor pada bagian kandung kemih. Contoh lain, garam-garam siklamat pada proses metabolisme dalam tubuh dapat menghasilkan senyawa sikloheksamina yang bersifat karsinogenik (senyawa yang dapat menimbulkan penyakit kanker). Garam siklamat juga dapat memberikan efek samping berupa gangguan pada sistem pencernaan terutama pada pembentukan zat dalam sel.
3) Zat Pengawet
Ada sejumlah cara menjaga agar makanan dan minuman tetap layak untuk dimakan atau diminum walaupun sudah tersimpan lama. Salah satu upaya tersebut adalah dengan cara menambahkan zat aditif kelompok pengawet (zat pengawet) ke dalam makanan dan minuman. Zat pengawet adalah zat-zat yang sengaja ditambahkan pada bahan makanan dan minuman agar makanan dan minuman tersebut tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah, atau melindungi makanan dari kerusakan akibat membusuk atau terkena bakteri/jamur. Karena penambahan zat aditif, berbagai makanan dan minuman masih dapat dikonsumsi sampai jangka waktu tertentu, mungkin seminggu, sebulan, setahun, atau bahkan beberapa tahun. Dalam makanan atau minuman yang dikemas dan dijual di toko toko atau supermarket biasanya tercantum tanggal kadaluarsa, tanggal yang menunjukkan sampai kapan makanan atau minuman tersebut masih dapat dikonsumsi tanpa membahayakan kesehatan.
Seperti halnya zat pewarna dan pemanis, zat pengawet dapat dikelompokkan menjadi zat pengawet alami dan zat pengawet buatan sebagai berikut.
a) Zat pengawet alami
Zat pengawet alami berasal dari alam, contohnya gula (sukrosa) yang dapat dipakai untuk
mengawetkan buah-buahan (manisan) dan garam dapur yang dapat digunakan untuk
mengawetkan ikan.
b) Zat pengawet sintetis
Zat pengawet sintetis atau buatan merupakan hasil sintesis dari bahan-bahan kimia. Contohnya, asam cuka dapat dipakai sebagai pengawet acar dan natrium propionat atau kalsium propionat dipakai untuk mengawetkan roti dan kue kering. Garam natrium benzoat, asam sitrat, dan asam tartrat juga biasa dipakai untuk mengawetkan makanan. Selain zat zat tersebut, ada juga zat pengawet lain, yaitu natrium nitrat atau sendawa (NaNO3) yang berfungsi untuk menjaga agar tampilan daging tetap merah. Asam fosfat yang biasa ditambahkan pada beberapa minuman penyegar juga termasuk zat pengawet.
Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet yang tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Zat pengawet yang dimaksud di antaranya formalin yang biasa dipakai untuk mengawetkan benda-benda, seperti mayat atau binatang yang sudah mati. Pemakaian pengawet formalin untuk mengawetkan makanan, seperti bakso, ikan asin, tahu, dan makanan jenis lainnya dapat menimbulkan risiko kesehatan. Selain formalin, ada juga pengawet yang tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Pengawet yang dimaksud adalah boraks. Jika boraks termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek samping bagi kesehatan, di antaranya :
a) gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit
b) gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat
c) terjadinya komplikasi pada otak dan hati
d) menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6 gram
Walaupun tersedia zat pengawet sintetis yang digunakan sebagai zat aditif makanan, di negara maju banyak orang enggan mengonsumsi makanan yang memakai pengawet sintetis. Hal ini telah mendorong perkembangan ilmu dan teknologi pengawetan makanan dan minuman tanpa penambahan zat-zat kimia, misalnya dengan menggunakan sinar ultraviolet (UV), ozon, atau pemanasan pada suhu yang sangat tinggi dalam waktu singkat sehingga makanan dapat disterilkan tanpa merusak kualitas makanan.
4) Zat Penyedap Cita Rasa
Di Indonesia terdapat begitu banyak ragam rempah-rempah yang dipakai untuk meningkatkan cita rasa makanan, seperti cengkih, pala, merica, ketumbar, cabai, laos, kunyit, bawang, dan masih banyak lagi yang lain. Melimpahnya ragam rempah-rempah ini merupakan salah satu sebab yang mendorong penjajah Belanda dan Portugis tempo dulu ingin menguasai Indonesia. Jika rempah-rempah dicampur dengan makanan saat diolah, dapat menimbulkan cita rasa tertentu pada makanan. Selain zat penyedap cita rasa yang berasal dari alam, ada pula yang berasal dari hasil sintesis bahan kimia. Berikut ini beberapa contoh zat penyedap cita rasa hasil sintesis:
a) oktil asetat, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah jeruk jika dicampur dengan zat penyedap ini
b) etil butirat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah nanas pada makanan
c) amil asetat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah pisang
d) amil valerat, jika diberi zat penyedap ini, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah apel.
Selain zat penyedap rasa dan aroma, seperti yang sudah disebutkan di atas, terdapat pula zat penyedap rasa yang penggunaannya meluas dalam berbagai jenis masakan, yaitu penyedap rasa monosodium glutamat (MSG) . Zat ini tidak berasa, tetapi jika sudah ditambahkan pada makanan, akan menghasilkan rasa yang sedap. Penggunaan MSG yang berlebihan telah menyebabkan “Chinese restaurant syndrome”, yaitu suatu gangguan kesehatan di mana kepala terasa pusing dan berdenyut.
Bagi yang menyukai zat penyedap ini, tak perlu khawatir dulu. Kecurigaan ini masih bersifat pro dan kontra. Bagi yang mencoba menghindari untuk mengonsumsinya, sudah tersedia sejumlah merk makanan yang mencantumkan label “tidak mengandung MSG” dalam kemasannya.